Senin, 23 November 2009

"Jasa Keuangan" Nama Baru Untuk Koperasi Simpan Pinjam

JAKARTA – Ini kabar menggembirakan bagi dunia perkoperasian. Dalam pertemuan 35 koperasi terbaik se Indonesia pada Kamis 16 Oktober 2008, di Kantor Kementrian Negara Koperasi dan UKM Jakarta. Telah disepakati perlunya ‘sebuah nama baru’ bagi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) atau Kospin.
Pergantian nama atau istilah bagi KSP ini, merupakan sebuah bentuk kepedulian konkret dari Kementrian Koperasi. Pasalnya, saat sekarang ini, belum ada keseragaman nama dalam memakai nama untuk jenis koperasi simpan pinjam.
“Masih ada yang memakai nama KSP, tapi ada pula yang memakai nama Kospin. Ini nantinya yang perlu disamakan, agar persepsi masyarakat terhadap koperasi simpan pinjam tidak salah dan tidak multitafsir,” ungkap Direktur Utama KSP Nasari, Sahala Panggabean MBA pada N-News.
Dalam pertemuan penting 35 koperasi terbaik tersebut, KSP Nasari memang termasuk yang diundang oleh Kementrian Koperasi. Hal ini menunjukkan bahwa, KSP Nasari merupakan salah satu dari koperasi yang terbaik dan terbesar di Indonesia. Beberapa koperasi lain yang diundang dalam pertemuan, antara lain adalah InkopPOL (polisi), InkoppABRI, InkopAU (angkatan udara), InkoAD (angkatan darat), InkopAL (angkatan laut), GKBI, Koperasi ASTRA, Koperasi Karyawan BNI 46, Kopindo, Inkopkar, Inkopwan, dan masih banyak lagi.


Seluruh Ketua-Ketua koperasi yang diundang ini, dibagi dalam dua kelompok diskusi/sarasehan. Dengan dipimpin langsung oleh Deputi Bidang Kelembagaan, Untung Tri Basuki serta Deputi Pembiayaan, Agus Muharram. Acaranya sendiri berlangsung di Lantai IV Kantor Kementrian Negara Koperasi dan UKM, Jakarta.
Sahala Panggabean sendiri, dalam pertemuan itu memberikan banyak kontribusi masukan-masukan, untuk perbaikan dunia pekoperasian di Indonesia di masa depan. Ini tidaklah aneh, sebab sepanjang umurnya memang diabdikan sepenuh hati untuk memajukan koperasi Indonesia.
Untuk perbaikan UU Perkoperasian No. 25 Tahun 1992 yang saat ini revisinya tengah digodok DPR-RI, Sahala mendukung gagasan Deputi Bidang Pembiayaan, Agus Muharram. Yang nantinya membagi koperasi hanya menjadi dua jenis. Yaitu, koperasi Jasa dan koperasi Jasa Keuangan.
“Jika semua koperasi akhirnya berwujud koperasi jasa atau koperasi jasa keuangan, itu lebih fleksibel dan lebih mendorong perwujudtan koperasi Indonesia lebih maju. Sebab, memberikan kemampuan seluas-luasnya bagi seluruh koperasi di Indonesia berkembang menyelaraskan adanya perubahan jaman,” tutur lelaki kelahiran, Taruntung Sumatera Utara, 3 April 1950 ini.
Pembagian koperasi menjadi dua tersebut, tambah Sahala, juga telah sangat sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Lantaran, hanya koperasi saja yang mampu menjangkau dan memperkuat ekonomi kerakyatan.
“Koperasi itu sudah terbukti selalu menjadi bemper ekonomi rakyat. Apa lagi saat krisis ekonomi seperti sekarang dan juga di tahun 1998 lalu. Sejarah juga sudah mencatat dan membuktikan itu. Maka, selayaknya koperasi itu dimajukan dan diberikan regulasi-regulasi kepercayaan untuk lebih mampu mendorong perekonomian seluruh rakyat Indonesia,” ujar Sahala.
Diberikan contoh konkret oleh Sahala, kepercayaan serta regulasi-regulasi yang diberikan pada kolongmerat dan dunia perbankan. Ternyata justru semakin memperburuk kondisi perekonomian dan moneter Indonesia. Bahkan, sebagian besar dana yang jumlahnya trilyunan rupiah, dibawa kabur tak bisa ditarik kembali.
Andai saja dana yang dibawa kabur para kolongmerat itu, dulunya dikucurkan untuk koperasi guna meningkatkan ketahanan ekonomi rakyat. Niscaya, ekonomi kerakyatan di Indonesia kian kokoh dan pesat berkembang.
Sektor ekonomi kerakyatan ini, menurut Sahala, yang harus diberikan perhatian secara lebih serius oleh pemerintah. Caranya ? Hanya dengan memberikan kepercayaan lebih besar pada koperasi sebagai ‘soko guru’ perekonomian Indonesia.
Ada beberapa alasan mengapa hanya koperasi yang mampu memperkuat ekonomi kerakyatan Indonesia. Dalam analisa Sahala, alas an fundamentalnya karena budaya agraris masyarakat Indonesia masih sangat kuat. Dengan demikian, sistem perekonomian masyarakat Indonesia belumlah mengacu pada sistem industrialisasi modern. Melainkan, masih berwujud keguyuban dan kebersamaan.
Nilai keguyuban dan kebersamaan ini, tegas Sahala, justru yang menjadi ruh bagi ekonomi kerakyatan di Indonesia. “Ini kan sama dengan jiwa serta ruh koperasi, yang berazaskan kebersamaan itu,” ujarnya bersemangat.
Alasan yang lain, jaringan kerja koperasi sendiri merupakan satu-satunya jaringan jasa keuangan yang mampu mencapai lini paling bawah, mulai tingkat RW (rukun warga) sampai RT (rukun tetangga). Network yang dimiliki koperasi ini, tak ada duanya, tak ada yang mampu menandingi.
Seperti KSP Nasari sendiri yang saat sekarang telah mampu memiliki networking di seluruh kota-kota Indonesia. Dengan 10 Kantor Cabangnya yang tersebar di Semarang, Yogya, Bandung, Jakarta, Medan, Palembang, Banjarmasin, Makasar, Denpasar serta Kupang. Plus sekitar 350 kantor cabang pembantu serta kantor kas penyaluran yang ada di setiap kantor Pos.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar